Keberanian pemerintahan Indonesia
terkait pelarangan ekpor bijih mineral boleh diacungi jempol, dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan
No.29/M-DAG/PER/5/2012 tentang ketentuan Ekspor Produk Pertambangan ini,
Indonesia mulai menutup menguapnya pundi-pundi penerimaan pajak sektor pertambangan.
Bagaimana tidak, berdasarkan peraturan-peraturan sebelumnya menegaskan bahwa
pajak ekspor adalah 0%, sehingga banyak para pelaku bisnis memaksimalkan bisnis
mereka dengan berlomba-lomba mengekspor barang domesik termasuk beberapa barang tambang
secara besar-besaran dan gratis, padahal dalam pengeksploitasi barang tambang
tersebut banyak merugikan negara berupa kerusakan alam dan minimnya pajak yang
didapat. Dengan berlakunya peraturan ini, diharapkan agar dapat menekan
kegiatan ekspor bijih mineral, dengan maksud, sebaiknya bijih mineral ini harus
diolah di dalam negeri terlebih dahulu kemudian baru boleh diekspor. Bisa kita
bayangkan berapa keuntungan yang kita dapat jika kita mengolah biji mineral terlebih
dahulu, misalkan saja satu biji mineral berharga 1 rupiah langsung kita ekspor
maka kita hanya dapat 1 rupiah, akan
tetapi jika kita olah terlebih dahulu akan berharga 19 rupiah, sehingga ada
selisih keuntungan 18 rupiah. Terlebih lagi faktanya, bijih mentah yang
berharga 1 rupiah yang telah kita ekspor tadi, diolah oleh negara pengimpor
kemudian dijual kepada kita menjadi barang setengah jadi atau barang jadi
seharga 19 rupiah. Memang agak lucu jika kita harus membeli barang kita sendiri
yang telah kita jual dengan harga yang mahal.