Kerugian
fiskal
Kerugian fiskal adalah hasil perhitungan dari laba rugi komersial
yang sudah dikurangkan dengan koreksi fiskal negatif dan ditambahkan koreksi
fiskal positif, dimana untuk penentuan koreksi-koreksi tersebut sudah diataur
oleh undang-undang pajak
Gampangnyaà kerugian
fiskal=kerugian perusahaan yg diakui menurut UU perpajakan.
Kerugian ini dapat dikompensasikan dan diatur didalam peraturan
pajak (pasal 6 ayat 2) UU PPh. Adapun beberapa point
penting yang perlu diperhatikan dalam hal kompensasi kerugian ini adalah
sebagai berikut:
- 1. Istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal bukan kerugian komersial. Kerugian atau keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan dan biaya-biaya yang telah memperhitungkan ketentuan Pajak Penghasilan.
- 2. Kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama lima tahun ke depan secara berturut-turut. Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.
- 3. Kompensai kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun orang pribadi, yang melakukan kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan perhitungan Pajak Penghasilannnya tidak menggunakan norma penghitungan.
- 4. Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri.
Sebagai contoh, misalnya wajib pajak PT A
mengalami kerugian fiskal tahun pajak 2007, maka kerugian tersebut dapat
dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal tahun 2008, 2009,
2010, 2011, dan 2012. Jika setelah kerugian tersebut dikompensasikan sampai
dengan tahun 2012 masih tersisa kerugian yang belum dikompensasikan, maka sisa
kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan dengan penghasilan neto atau
laba fiskal tahun 2013 atau sesudahnya.
Sebagai ilustrasi misalkan PT A dalam tahun
2007 mengalami kerugian fiskal Rp1.200.000.000,00. Dalam lima tahun berikutnya
rugi laba fiskal PT A sebagai berikut :
2008 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2009 : rugi fiskal Rp300.000.000,00
2010 : laba fiskal NIHIL
2011 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2012 : laba fiskal Rp800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut
:
Tahun 2008 : Kompensasi kerugian
Rp200.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp1.000.000.000,00.
Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2009 :Tak ada kompensasi kerugian dari
tahun 2007 karena tahun 2009 juga mengalami kerugian. Penghasilan Kena Pajak
menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2010 : Tak ada kompensasi kerugian dari
tahun 2007 karena tahun 2010 laba fiskal nihil. Penghasilan Kena Pajak menjadi
nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2011 : Kompensasi kerugian
Rp100.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp900.000.000,00.
Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil.
Tahun 2012 :Kompensasi kerugian
Rp800.000.000,00 sehingga sisa rugi tahun 2007 tinggal Rp100.000.000,00.
Penghasilan Kena Pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Sisa kerugian
Rp100.000.000,00 ini tidak dapat lagi dikompensasikan ke tahun 2013 atau
setelahnya
Surat Edaran
Nomor: SE-03/PJ.31/2004 tanggal 3 Maret 2004
Berdasarkan
ketentuan kompensasi rugi dan pemeriksaan SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi
tersebut di atas, Direktur Jenderal Pajak lewat Surat Edaran Nomor:
SE-03/PJ.31/2004 tanggal 3 Maret 2004 memberikan penegasan antara lain sebagai
berikut.
1. Perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment khususnya Undang-undang Pajak
Penghasilan penghitungan atau penetapan pajak tiap tahun dilakukan oleh wajib
pajak sendiri melalui penyampaian surat pemberitahuan (SPT).
2. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan penetapan
pajak apabila ada data atau fakta yang diatur dalam Pasal 12 Ayat (3), Pasal 13
Ayat (1), dan Pasal 15 Ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan. Dengan
demikian surat pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak merupakan
ketetapan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan.
3. Kompensasi kerugian secara fiskal dalam
perhitungan pajak penghasilan sesuai dengan Pasal 6 Ayat (2) Undang-undang
Pajak Penghasilan. Yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah kerugian fiskal
berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan Direktur Jenderal Pajak
serta kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak (self
assesment) dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh
Direktur Jenderal Pajak.
4. Pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh
yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar atau Rugi Lebih Bayar tidak meniadakan
hak kompensasi kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh Wajib Pajak sesuai
dengan Pasal 6 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan jo Pasal 12 Undang-undang Ketentuan Umum
Perpajakan tersebut di atas.
5. Apabila kemudian ternyata berdasarkan
ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukkan jumlah kerugian fiskal yang
berbeda dari kerugian menurut SPT Tahunan PPh atau hasil pemeriksaan menjadi
tidak rugi, kompensasi kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh tersebut harus
segera dibetulkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur pembetulan SPT
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.
6. Kerugian fiskal dari hasil yang bersumber dari
luar negeri hanya dapat dikompensasi dengan penghasilan dari sumber yang sama
di luar negeri.
7. Kerugian fiskal dari penghasilan yang dikenai
PPh Final atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak dapat
dikompensasi dengan hasil lainnya yang dikenai pajak berdasarkan ketentuan umum
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pemeriksaan
Jika terjadi kerugian fiscal dalam perusahaan
kita pastilah DJP tidak langsung percaya, maka dari itu biasanya DJP melakukan
pemeriksaan sebagai mana Keputusan Menteri Keuangan Nomor
545/KMK/04/2000 .Pemeriksaan memiliki 2 tujuan:
a. Menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian
hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak; dan
b. Tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam menghadapi pemeriksaan kita harus tau
hak dan kewajiban kita sebagai wajib pajak:
Hak Wajib Pajak
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib
Pajak berhak:
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib
Pajak berhak:
1. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan
Surat Perintah Pemeriksaan;
2. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
4. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim
Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. menerima
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. menghadiri
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
7. mengajukan
permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
8. memberikan
pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib
Pajak berhak:
1. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan
Surat Perintah Pemeriksaan;
2. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
3. meminta
kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan
Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;
4. menerima
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. menghadiri
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
6. mengajukan
permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
7. memberikan
pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:
1. memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
2. memberikan
kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
3. memberikan
kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak
dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau
objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
4. memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:
· menyediakan
tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data
yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
· memberi
kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak
bergerak; dan/atau
· menyediakan
ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku,
catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak,
5.
menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan; dan memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang
diperlukan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
1. memenuhi
panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan;
2. memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
3. memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
4. menyampaikan
tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. meminjamkan
kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik; dan
memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
yang diperlukan
sumber:
terimakasih banyak nih, sangat menarik arikelnya..
BalasHapusBokep.ngumpul.net merupakan situs untuk menonton bokep movie online dari bokep japan , bokep barat dan bokep hentai secara gratis dengan loading tercepat tanpa iklan yang menganggu
BalasHapusCerita Dewasa ini adalah Pengalaman Sex Kisah Nyata Cerita Dewasa Tetangga ku merupakan pengalaman sex yang sangat susah untuk di lupakan. Cerita sex kali ini berdasarkan pengalaman dari pengirim cerita yang tidak mau di sebutkan nama nya , untuk menghormati itu kami menggunakan nama palsu dalam Cerita 17+ kali ini.Untuk itu silahkan langsung di simak cerita nya :
Cerita Dewasa Kisah Nyata Rahim Ini Anak TemanKu